Senin, 17 Agustus 2015

Menikmati Siang Hari Di Rumah Pohon

Sekitar tahun 2007an waktu jaman SMP. Saya dan teman-teman di kampung mempunyai ide untuk membuat rumah pohon sebagai tempat berkumpul bersama, kami menyebutnya markas. Kebetulan di dekat rumah saya ada pohon waru dengan ketinggian kira-kira 5 meteran. Persiapan untuk membuat rumah pohon teman saya mencari papan-papan bekas di rumahnya, seperti triplek bekas atap rumah yang copot, pintu bekas yang gak terpakai lagi, dan spanduk-spanduk bekas yang ada di pinggir-pinggir jalan kami ambil diam-diam. Setelah semua bahan terkumpul saya dan teman-teman mulai  membangun rumah pohon itu. Saya bagian naik ke atas karena saya lebih ahli kalau manjat pohon. Teman yang lain di bawah membawakan dan menyalurkan peralatan yang diperlukan seperti pisau, cuter, tang, tali, paku, dan kawat. Sebelumnya kami harus membuat pondasi dari batang-batang bambu sebagai penopang beban. Untuk alas pijakan rumah pohon kami pasang pintu bekas yang gak kepakai dari gudang dekat rumah teman saya, kayu pintu itu lumayan tebal, keras, dan kuat sebagai pelengkap kami lapisi karung-karung beras yang fungsinya sebagai tikar. Atap dan sisi dindingnya kami pasangi triplek dan spanduk yang di ikat dengan kawat maupun tali. Rumah pohon pun siap di gunakan. Kami pun segera naik ke atas untuk mencoba rumab pohon kami menggunakan tangga bambu yang saya pinjam dari bapak saya yang biasa buat benerin genteng. Enak sekali suasana diatas rumah pohon. Tidak terasa hari sudah sore kami pun mengakhiri sejenak acara kumpul bersama di rumah pohon setelah itu menuju lapangan untuk bermain sepak bola.
***
Besoknya lagi sepulang sekolah jam 12 siang. Habis makan siang saya naik ke rumah pohon sambil menunggu kedatangan teman-teman. Di rumah pohon saya tiduran sambil menikmati angin semilir berhembus lembut, walau panas terik tapi pohon waru tempat penopang rumah pohon tetap terasa teduh karena daunnya lumayan banyak tapi tidak terlalu rimbun takutnya ada ular hijau. Dari atas semua dapat terlihat, dari kejauhan saya bisa melihat orang lewat di jalan kampung saya mulai dari anak-anak yang pulang sekolah, penjual makanan keliling. Tapi mereka yang lewat tidak menyadari saya di rumah pohon karena jaraknya lumayan jauh.
***
Teman saya pun akhirnya datang semua dan naik ke atas satu per satu. Dalam perbincangan anak-anak SMP itu muncul ide untuk iuran anggota markas buat beli radio walkman yang ada loudspekernya buat hiburan kalau lagi ngumpul di rumah pohon. Ide itu pun akhirnya terlaksana juga. Kami membeli radio walkman kecil seharga 8ribuan di alun-alun madiun. Belinya sama-sama naik sepeda boncengan.
***
Suasana di rumah pohon pun jadi tambah asik dengan alunan lagu-lagu remaja. Kami dengerin bersama sambil tiduran sambil menunggu sore hari untuk bermain sepak bola di lapangan. Begitu terus setiap hari. Rumah pohon itu tempat berkumpul kami serta menyatukan semangat kami. Sampai suatu hari salah satu dahan pohon waru penopang rumah pohon kami mulai retak dan akhirnya patah, hari naas itu pun terjadi. Dua teman saya yang duduk di ujung tepi ikut jatuh di ikuti robohnya pondasi serta tempat pijakan. Satu teman saya jatuh sampai ke tanah yang satunya lagi masih sempat gelantungan. Untungnya mereka tidak ada yang luka serius dan tidak patah tulang. Sungguh pengalaman yang luar biasa. Itulah akhir dari markas rumah pohon kami yang penuh kenangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar